BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Desentralisasi merupakan salah satu
fenomena yang penting dalam mempengaruhi sistem pendidikan Nasional suatu
Bangsa, termasuk Sistem Pendidikan Nasional Indonesia, fenomena Desentralisasi
akan berpengaruh dalam perencanaan pendidikan, pelaksanaan pendidikan,
penganggaran pendidikan sampai kepada evaluasi hasil belajar dan tindak lanjut hasil
evaluasi tersebut.
Banyak alasan yang pro maupun yang kontra
Desentralisasi, mulai dari persoalan peningkatan efisiensi menejerial dan tata
kelola pemerintahan sampai kepada alasan pemerataan tenaga pendidik dan
kesempatan belajar, hingga desentralisasi dianggap solusi yang tepat dalam
reformasi pendidikan. Reformasi pendidikan melalui pelaksanaan desentralisasi pendidikan dalam
rangka otonomi daerah dewasa ini akan sangat menentukan sosok dan kinerja
sistem pendidikan nasional di masa depan. Tujuan pertama reformasi pendidikan adalah
membangun suatu sistem pendidikan nasional yang lebih baik, lebih mantap, dan
lebih maju dengan mengoptimalkan dan memberdayakan potensi daerah dan peningkatan partisipasi masyarakat.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) adalah titik awal jawaban atas tuntutan reformasi sistem pendidikan nasional dari sentralistik kepada desentralistik, maka negara harus menata ulang sistem penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan potensi, karakteristik, dan keunggulan masing-masing daerah yang selama ini kurang terakomodasi. Berangkat dari amanat undang-undang Sisdiknas tersebut, kita memperoleh gambaran yang jelas bahwa setiap warga negara seharusnya memiliki hak yang sama dalam memperoleh pendidikan yang bermutu, mulai dari tingkat pendidikan yang terendah sampai dengan yang tertinggi sekalipun.
Desentralisasi juga akan sangat
membantu memperjelas alur akuntabilitas penyelenggaraan pendidikan.
Desentralisasi akan memungkingkan mobilisasi sumber daya ditingkat lokal,
diasumsikan adanya tanggung jawab pendanaan oleh pemerintah daerah, meskipun
tetap dibiayai oleh pemerintah pusat.
Sejumlah problematika muncul, mulai dari kesanggupan pendanaan
daerah yang tidak sama, kewenangan pengangkatan guru yang diambil oleh
pemerintah daerah, pemeliharaan sarana-prasarana sampai kepada kualitas hasil
belajar siswa yang masih memperihatinkan, belum lagi permasalahan politik yang
mempengaruhi birokrasi di daerah termasuk pendidikan, banyak guru yang
dilibatkan ataupun terlibat dalam politik praktis dalam pemilihan kepala
daerah, kalau menang akan meminta atau diberi jabatan lain, sebaliknya kalau
kalah guru akan dimutasikan, sehingga permasalahan desentralisasi selalu
bermunculkan, kesan yang ada sekarang desentralisasi dianggap menjadi
permasalahan dalam duania pendidikan Indonesia.
Dalam kondisi tersebut dituntut penyelesaian masalah pendidikan dilakukan secara menyeluruh, integratif dan terorganisir,
untuk itu perlu langkah-langkah segera, terencana dan menyeluruh agar dapat keluar dari
masalah-masalah pendidikan yang ada di era globalisasi yang penuh kompetitif.
1.2. Rumusan Masalah
a.
Apakah sistem pendidikan di Indonesia ?
b.
Bagaimana
kualitas pendidikan Indonesia di
era desentralisasi?
c.
Apakah solusi
peningkatan kualitas pendidikan Indonesia ?
1.3. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah:
a.
Mendekripsikan pendidikan
di Indonesia ?
b.
Mendekripsikan
kualitas pendidikan Indonesia di
era desentralisasi?
c.
Mendekripsikan
solusi peningkatan kualitas pendidikan
Indonesia ?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pendidikan di
Indonesia
Fungsi dan tujuan pendidikan Indonesia yang termuat dalam Undang-undang nomor 20 tahun 2003
tetantang sistem pendidikan Nasional bahwa “Pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan yang maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang denokratis serta bertanggung jawab”.
Tujuan tersebut memuat gambaran tentang
nilai-nilai yang baik, luhur, pantas, benar, dan indah untuk kehidupan. Karena
itu tujuan pendidikan mempunyai dua fungsi yaitu memberikan arah kepada segenap
kegiatan pendidikan dan merupakan sesuatu yang ingin dicapai oleh segenap
kegiatan pendidikan.Tujuan pendidikan menduduki posisi penting diantara
komponen-komponen pendidikan lainya yang membawa konsekuensi, guru harus
memahaminya dan memiki standar pelayanan, standar proses maupun standar pengelolaan sebagaimana yang telah di tetapkan dalam
standar nasional pendidikan.
Mencermati kondisi Pendidikan Indonesia
dewasa ini, belum adapat memenuhi harapan, sistem pendidikan yang disusun masih
sulit untuk diimplentasikan di lapangan, desentralisasi pendidikan yang
diterapkan masih belum berjalan, pemerataan guru masih menjadi permasalahan,
sarana-prasana pendidikan jauh dari ideal, hasil Ujian Nasional masih dianggap
kebohongan nyata dunia pendidikan, sehingga sampai sekarang nilai hasil Ujian
nasional nyaris tidak bermanfaat, hanya sebatas melaksanakan tuntutan
pemerintah yang terkesan bagi-bagi anggaran saja tetapi tidak memenuhi tututan
masyarakat untuk perbaikan-perbaikan sarana pendidikan lainnya bukan tuntutan
ujian Nasional, mengapa biaya Ujian nasional tidak digunakan untuk memperbaiki
gedung sekolah, atau pengadaan buku pelajaran, maupun kegiatan yang langsung
pada upaya peningkatan muta pembelajaran, mengapa pemerintah tidak prihatin
dengan kondisi sarana-prasana, proses dan pengelolaan pendidikan yang masih
carut marut ketimbang menghabiskan dana ntuk penyelenggaraan Ujian Nasional,
atau memang ciri khas pemerintah Indonesia yang gemar membangun citra saja
ketimbang peka dengan realita, ternyata Ujian nasional menghasilkan mutu
lulusan yang suka berbohong, selalu membuat resah masyrakat, mengambil jalan
pintas dalam berurusan, jauh dari watak atau karakter warga yang berakhlak
mulia, kreatif, mandiri maupun bertanggung jawab.
Untuk memperbaiki kondisi tersebut, maka perlu adanya reformasi pendidikan di Indonesia, harus ada komitmen yang tinggi dari setiap unsur yang terlibat dalam sistem
pendidikan tersebut, perlu adanya implementasi tujuan
pendidikan nasional di
lapangan, perlu adanya perbaikan-perbaikan dalam pemerataan kesempatan belajar
siswa dan perlu adanya peningkatan kompetensi guru dalam menyampaikan mata pelajaran dengan berbagai metode dalam
penyampaiannya.
2.2. Kualitas pendidikan Indonesia di era desentralisasi
Pemerintah sebagai penggung jawab pendidikan nasional telah berupaya melakukan
perbaikan-perbaikan guna peningkatan kualitas sumber daya manusia
melalui proses pendidikan, maka pemerintah telah berupaya mewujudkannya melalui
berbagai usaha pembangunan pendidikan yang berkualitas melalui pengembangan dan
perbaikan kurikulum dan sistem evaluasi, perbaikan sarana pendidikan,
pengembangan materi bahan ajar, serta pelatihan bagi kepala sekolah, guru dan
tenaga kependidikan lainnya.[1]
Reformasi manajemen pendidikan yang
ditawarkan sebagai bentuk operasional desentralisasi pendidikan dalam konteks
otonomi daerah akan memberikan wawasan baru terhadap sistem yang berjalan
selama ini. Hal ini diharapkan dapat membawa dampak terhadap peningkatan mutu,
efisiensi, efektifitas dan kinerja madrasah dengan menyediakan layanan
pendidikan yang komprehensif dan tanggap terhadap kebutuhan masyarakat.
Konsekuensi logis dari reformasi manajemen pendidikan (MBS), menuntut peningkatan
peran dan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan. Untuk itu,
dibentuklah suatu badan yang menggantikan keberadaan BP3 (Badan Pembantu
Penyelenggara Pendidikan) yaitu Komite Madrasah melalui Surat Keputusan Menteri
Pendidikan Nasional nomor: 044/U/2002. Penggantian nama lembaga formal ini,
didasarkan atas perlunya keterlibatan masyarakat secara penuh terhadap
madrasah. Lebih jauh, lembaga ini diharapkan dapat mewujudkan peningkatan mutu,
pemerataan, dan efisiensi serta sebagai pengontrol dalam pengelolaan pendidikan
di satuan pendidikan.
Selama ini, partisipasi masyarakat dari data yang diungkap menunjukkan hanya sekitar 20 % saja
partisipasi masyarakat dari keseluruhan masyarakat Indonesia, yang tergambar
dari APK (Angka Partisipasi Kasar) pendidikan dari tahun ke tahun cenderung
naik diharapkan dimasa mendatang tidak terjadi kesenjangan antara sekolah dan masyarakat sebagai akibat dari kurangnya
informasi yang berkaitan dengan pendidikan di sekolah/madrasah dan hubungan
komunitas masyarakat dengan pemerintah kurang dekat.
Pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah (sekolah/madrasah),
keluarga, dan masyarakat. Ini mengisyaratkan bahwa orang tua siswa dan
masyarakat (komite sekolah/madrasah) mempunyai tanggung jawab untuk
berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan di madrasah, turut memberikan
sumbangan pemikiran, ide, dan gagasan-gagasan inovatif, serta memberikan
bantuan berupa materi untuk kemajuan sekolah. Sebagaimana diungkapkan oleh H.B.
Siswanto[2]
bahwa orang tua siswa dapat memberi energi yang menggerakkan segala potensi
yang ada, menciptakan keinginan yang tinggi dan luhur, serta meningkatkan
kegairahan bersama. Sementara itu Hamzah B. Uno[3]
mengatakan bahwa orang tua siswa merupakan salah satu faktor yang turut
menentukan kinerja seseorang. Pendapat ini, mengisyaratkan bahwa keberhasilan
peningkatan mutu pendidikan tidak hanya ditentukan oleh proses pendidikan di
madrasah dan tersedianya sarana prasarana, tetapi juga ditentukan oleh
lingkungan, keluarga, dan masyarakat.
Harus diakui bahwa yang menjadi pokok permasalah keterpurukan mutu
pendidikan di Indonesia salah satu indikatornya adalah kinerja manajemen
(praktek manajerial). Perilaku manajerial ini, ditenggarai sebagai salah satu
faktor yang memiliki potensi dalam mempengaruhi dunia pendidikan yang meliputi
berbagai sumber daya pendidikan yang terkait dengan mutu output yang dihasilkan. Karenanya, manajemen pendidikan yang
bermutu tidak terlepas dari kemampuan manajer (kepala madrasah) dalam
menggerakkan segala sumber daya yang ada menuju arah yang telah disepakati
bersama secara sistematis, efisien, dan efektif melalui perencanaan yang
matang, pengorganisasian, kepemimpinan, pengkoordinasian, pengawasan, dan
pengevaluasian.
Perlu juga dicatat bahwa upaya peningkatan mutu pada alam desentralisasi
membawa konsekuensi logis pada peningkatan profesionalitas guru, kepala sekolah/madrasah,
dan administrator pendidikan sangat bergantung kepada kemauan dan keputusan-keputusan
politik pemerintah daerah dan pemerintah pusat. Pengangkatan pimpinan
sekolah/madrasah hanya didasarkan pada nepotisme, padahal sangat disadari bahwa
seorang manajer/pemimpin, kepala madrasah adalah salah seorang penentu
keberhasilan mutu pendidikan. Keberhasilan pendidikan di madrasah sangat
tergantung kepada kualitas kepemimpinan kepala sekolah/madrasah yang
memegang peranan penting dalam berbagai kegiatan di madrasah.
Perlu diperhatikan juga bahwa kepala
sekolah/madrasah harus disertai dengan beberapa kualifikasi yang melekat pada
tugas dan fungsinya, yaitu profesionalisasi dalam pekerjaannya, “…bahwa usaha
peningkatan kemampuan manajerial sekolah harus didukung oleh profesionalisasi
pekerjaan administrasi sekolah yang membuat para pejabatnya benar-benar menjadi
administrator karir” [4].
Sebagai bahan renungan, bahwa untuk mengimplementasi reformasi manajemen
dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan, kepala madrasah bukan sekedar
pelaksana atas berbagai kebijakkan, melainkan sebagai penanggung jawab penuh
secara profesional dalam manajemen sekolah/madrasah, demi tercapainya prestasi
sekolah/madrasah yang diharapkan, karena “…sekolah yang efektif, bermutu, dan
favorit, tidak lepas dari peran seorang kepala sekolahnya. Pada umumnya sekolah
tersebut dipimpin oleh seorang kepala sekolah/ madrasah yang efektif” [5].
2.3. Solusi peningkatan kualitas pendidikan Indonesia
Pentinya perbaiakan kualitas perncananan dan
peningkatan kuatlitas proses pembelajaran guna mencapai pendidikan yang berkualitas, karena langkah-langkah
perbaikan harus bersifat menyeluruh dan saling berhubungan. Akan tetapi agar proses yang baik
itu tidak salah arah, maka mutu dalam arti hasil (ouput) harus dirumuskan lebih dahulu oleh sekolah/madrasah, dan harus jelas target
yang akan dicapai untuk setiap tahun atau kurun waktu
lainnya. Berbagai input dan proses harus selalu mengacu
pada mutu-hasil (output) yang ingin dicapai. Dengan kata lain tanggung jawab
sekolah/madrasah dalam school based quality improvement bukan
hanya pada proses, tetapi tanggung jawab akhirnya adalah
pada hasil yang dicapai.
Untuk mengetahui hasil yang
dicapai oleh sekolah/madrasah, terutama yang menyangkut aspek kemampuan akademik atau kognitif dapat dilakukan benchmarking
(menggunakan titik acuan standar, misalnya: Nilai UN
oleh KKG atau MGMP). Evaluasi terhadap seluruh hasil pendidikan
pada tiap sekolah/madrasah baik yang sudah ada patokannya maupun yang lain (kegiatan
ekstra-kurikuler) dilakukan oleh individu sekolah/madrasah sebagai evaluasi diri dan dimanfaatkan untuk memperbaiki target mutu
dan proses pendidikan tahun berikutnya. Dalam hal ini
RAPBS/M harus merupakan penjabaran dari target kualitas/mutu
yang ingin dicapai dan skenario bagaimana mencapainya.
Agar perbaikan atau target mutu dapat dicapai dapat dilakukan
proses penjaminan kualitas/mutu. Penjaminan kualitas adalah seluruh rencana dan
lndakan sistematis yang penting untuk menyediakan kepercayaan yang digunakan
untuk memuaskan kebutuhan tertentu dari kualitas. Kebutuhan tersebut merupakan
refleksi dari kebutuhan pelanggan. Penjaminan kualitas biasanya membutuhkan
evaluasi secara terus-menerus dan biasanya digunakan sebagai alat bagi
manajemen. Ada beberapa
elemen bahwa sesuatu dikatakan berkualitas, yakni;[6]
1. Kualitas
meliputi usaha memenuhi atau melebihi harapan pelanggan;
2. Kualitas
mencakup produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan;
3. Kualitas
merupakan kondisi yang selalu berubah (apa yang dianggap berkualitas saat ini
mungkin dianggap kurang berkualitas pada saat yang lain);
4. Kualitas
merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia,
proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan.
Hal ini, bermakna agar sekolah/madrasah melakukan sistem
manajemen yang berorientasi pada kepuasan pelanggan (customer satisfaction)
dengan kegiatan yang diupayakan benar sekali (right first time), melalui
perbaikan berkesinambungan (continous improvement) dan memotivasi karyawan. Melalui penjaminan
kualitas seluruh konsep
kualitas, teamwork, produktivitas, dan pengertian serta kepuasan pelanggan dapat berhasil mencapai
sasaran melalui bukti-bukti dalam membangun kepercayaan dan berfungsi secara
efektif. Hal yang tidak kalah penting
dalam melaksanakan penjaminan kualitas/mutu ini adalah komitmen yang kuat dari
bawah ke atas semua pihak. Artinya komitmen merupakan pilar pendukung bagi
semua yang lain. Setiap pilar tergantung pada pilar yang lain, dan kalau salah
satu lemah dengan sendirinya yang lain juga lemah.
Dalam rangka mengimplementasikan konsep manajemen
peningkatan mutu yang berbasis sekolah/madrasah ini, maka melalui partisipasi
aktif dan dinamis dari orang tua, siswa, guru dan staf lainnya termasuk
institusi yang memiliki kepedulian terhadap pendidikan sekolah/madrasah harus
melakukan tahapan kegiatan sebagai berikut:
1. Membuat rencana Penyusunan basis data dan profil sekolah/madrasah lebih
presentatif, akurat, valid dan secara sistimatis menyangkut berbagai aspek
akademis, administratif (siswa, guru, staf), dan keuangan;
2. Berdasarkan analisis, sekolah/madrasah
harus mengidentifikasikan kebutuhan sekolah/madrasah dan merumuskan visi, misi,
dan tujuan dalam rangka menyajikan pendidikan yang berkualitas bagi siswanya
sesuai dengan konsep pembangunan pendidikan nasional yang akan dicapai.
3. Berangkat dari visi, misi dan
tujuan peningkatan mutu tersebut sekolah/madrasah bersama-sama dengan
masyarakatnya merencanakan dan menyusun program jangka panjang atau jangka
pendek (tahunan termasuk anggarannnya). Program tersebut memuat sejumlah
program aktivitas yang akan dilaksanakan sesuai dengan kebijakan nasional yang
telah ditetapkan dan harus memperhitungkan kunci pokok dari strategi
perencanaan tahun itu dan tahun-tahun yang akan datang. Perencanaan program
sekolah/madrasah ini harus mencakup indikator atau target mutu apa yang akan
dicapai dalam tahun tersebut sebagai proses peningkatan mutu pendidikan.
Penyusunan dilakukan bersama-sama antara sekolah/madrasah, orang tua dan
masyarakat. Karena fokus kita dalam mengimplementasian konsep manajemen ini
adalah mutu siswa, maka program yang disusun harus mendukung pengembangan
kurikulum dengan memperhatikan kurikulum nasional yang telah ditetapkan,
langkah untuk menyampaikannya di dalam proses pembelajaran dan siapa yang akan
menyampaikannya.
4. Prioritas seringkali tidak dapat
dicapai dalam rangka waktu satu tahun program sekolah/madrasah, oleh karena itu
sekolah/madrasah harus membuat strategi perencanaan dan pengembangan jangka
panjang melalui identifikasi kunci kebijakan dan prioritas. Perencanaan jangka
panjang ini dapat dinyatakan sebagai strategi pelaksanaan perencanaan yang
harus memenuhi tujuan esensial, yaitu : (i) mampu mengidentifikasi perubahan
pokok di sekolah/madrasah sebagai hasil dari kontribusi berbagai program
sekolah/madrasah dalam periode satu tahun, dan (ii) keberadaan dan kondisi natural
dari strategi perencanaan tersebut harus menyakinkan guru dan staf lain yang
berkepentingan (yang seringkali merasakan tertekan karena perubahan tersebut
dirasakan harus melaksanakan total dan segera) bahwa walaupun perubahan besar
diperlukan dan direncanakan sesuai dengan kebutuhan pembelajaran siswa, tetapi
mereka disediakan waktu yang representatif untuk melaksanakannya, sementara
urutan dan logika pengembangan juga telah disesuaikan. Aspek penting dari
strategi perencanaan ini adalah program dapat dikaji ulang untuk setiap periode
tertentu dan perubahan mungkin saja dilakukan untuk penyesuaian program di
dalam kerangka acuan perencanaan dan waktunya.
5. Melakukan evaluasi untuk menyakinkan apakah program
yang telah direncanakan dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuan, apakah tujuan
telah tercapai, dan sejauh mana pencapaiannya. Karena fokus kita adalah mutu
siswa, maka kegiatan monitoring dan evaluasi harus memenuhi kebutuhan untuk
mengetahui proses dan hasil belajar siswa. Secara keseluruhan tujuan dan
kegiatan evaluasi ini adalah untuk
meneliti efektifitas dan efisiensi dari program sekolah/madrasah dan kebijakan
yang terkait dalam rangka peningkatan mutu pendidikan. Seringkali evaluasi
tidak selalu bermanfaat dalam kasus-kasus tertentu, oleh karenanya selain hasil
evaluasi juga diperlukan informasi lain yang akan dipergunakan untuk pembuatan
keputusan selanjutnya dalam perencanaan dan pelaksanaan program di masa
mendatang. Demikian aktifitas tersebut terus menerus dilakukan sehingga
merupakan suatu proses peningkatan mutu yang berkelanjutan, harus ada tindak lanjut dari hasil evaluasi tersebut,
jangan sampai problematika yang ada tidak diatasi dengan segera, menumpuk lama
kelamaan sulit dan bertambah rumit.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Dari
uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa:
1.
Desentralisasi Pendidikan di
Indonesia belum berjalan dengan baik, sehingga masih sulita menghasilkan hasil
pendidikan yang berkualitas dan belum mampu mencapai tujuan pendidikan
nasional;
2.
Perlu adanya komitmen
untuk melaksanakan pendidikan yang berkualitas dari semua unsur dan pelaku
pendidikan, baik pemerintah, sekolah yang didukung oleh partisipasi aktif
masyarakat sebagai pengguna hasil pendidikan.
3.
Untuk menghasilkan kualitas pendidikan di Indonesia, perlu adanya reformasi
pendidikan di Indonesia, harus ada kejelasan adan pertanggung jawaban yang
jelas, dan adanya sinergi anatara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah.
3.2. Saran-saran
1. Urusan Pendidikan tidak semuanya diserahkan kepada pemerintah daerah.
2. Pendidikan harus mampu mempersatukan bangsa, harus ada upaya pemerataan tenaga pendidik,
sarana-prasarana pendidikan guna mencegah kesenjangan proses pengelolaan
pendidikan
3. Pemerintah sesegera mungkin memenuhi standar nasional (SNP)
pendidikan yang telah diatur dalam Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005
tentang SNP, jangan hanya hasil belajarnya yang harus standar tetapi, proses,
sarana dan pengelolaanya harus di standarkan terlebih dahulu.
DAFTAR PUSTAKA
Mulyasa. E, Manajemen Berbasis Sekolah , (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2002)
Mulyasa, E, Pedoman Manajemen Berbasis Madrasah, (Jakarta:
H.B.Siswanto, Pengantar Manajemen,
(Jakarta: Bumi Aksara, 2006)
Hamzah B. Uno, Teori Motivasi dan
Pengukurannya, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006),
Kartini Kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan, (Jakarta: PT. Grafindo
Persada, 1998)
Sanusi, Studi Pengembangan Model Pendidikan Profesional Tenaga
Kependidikan, (Bandung: PPS IKIP Bandung, 1990)
Soebagio Atmodiwiryo, Manajemen Pendidikan Indonesia, (Jakarta: PT.
Ardadizya-Jaya, 2000)
Tjiptono Fandy & Diana Anastasia, Total
Quality Management, (Yogyakarta : Andi, 2003).
[4] Sanusi, Studi
Pengembangan Model Pendidikan Profesional Tenaga Kependidikan, (Bandung:
PPS IKIP Bandung, 1990), hal. 118.
[5] Soebagio Atmodiwiryo, Manajemen Pendidikan Indonesia, (Jakarta: PT.
Ardadizya-Jaya, 2000), hal. 145.
[6] Fandy Tjiptono & Anastasia Diana, Total
Quality Management, (Yogyakarta: Penerbit ANDI, 2003), h. 3-4
Tidak ada komentar:
Posting Komentar